Pandangan Islam Tentang Filsafat



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam dalam agama penyempurna dari agama-agama yang telah diturunkan oleh Allah kepada Umat terdahulu, artinya Islam adalah agama terakhir. Oleh sebab itu pula sebagai agama yang sempurna tentunya Islam harus bersifat universal dan konfrehensif, dapat sesuai dengan setiap zaman dan setiap tempat dimana penganutnya berada.
Selain itupula Islam sebagai agama yang diridhai oleh Allah Swt. mestinya tidak bertentangan dengan fitrah (akal) manusia yang juga dikaruniakan oleh Allah kepada manusia sebagaimana yang dikemukakan oleh Quraish Shihab : Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum, karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah Swt. Namun pada kenyataannya tidak jarang kita temukan antara akal dan wahyu dipertentangkan oleh masing-masing. Oleh sebab itu, maka dalam makalah kami ini diantara hal ihwal yang akan kami sajikan yaitu “Bagaimana Pandangan Islam tentang Filsafat” sebagai bahan masukan untuk kita semua dan sekurang kurangnya menjadi bahan diskusi.
1.2. Tujuan dan Maksud
Pembuatan makalah ini dilaksanakan oleh para mahasiswa yang memiliki tujuan dan maksud tertentu.Adapun tujuan kami ialah;
1. Menuntaskan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
2. Mahasiswa/i dapat mengetahui pemecahan masalah melalui filsafat.
3. Mahasiswa/i dapat memahami pengertian & pandangan Islam mengenai filsafat.
5. Sebagai sarana yang lebih baik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian dan Pandangan Islam Mengenai Filsafat 
              Filsafat merupakan salah satu dari sekian banyak sistem-sitem Islam yang mempunyai pengaruh terhadap pola pikir dan tingkah laku umat Islam. Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab  irad libmaid aguj gnay ,ةقسل ف bahasa Yunani; Filosofi (philosophia). Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
              Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik.
              Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sedikit sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
H.E Saifuddin Anshari telah menyimpulkan pengertian filsafat dari pengertian yang diberikan oleh para filosof bahwa:
1) Filsafat adalah ilmu yang istimewa, yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak mampu dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena berada diluar jangkauannya.
2) Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa kekalian yang ada.  
Ahmad Fuad Al Ahwawi menyatakan dalam kitabnya bahwa filsafat itu adalah sesuatu yang terletak diantara ilmu pengetahuan dan agama, karena disatu sisi ia mengandung permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diketahui dan difahami sebelum orang beroleh keyakinan dan ia menyerupai ilmu pengetahuan disisi lain karena ia merupakan hasil akal pikiran manusia.
Selanjutnya dalam hubungan antara akal (filsafat) dan syari‟at (agama). Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa hubungan antara akal dan syari‟at adalah hubungan pengetahuan, bisa jadi akal mengetahui syari‟at dan bisa jadi tidak bukan untuk menetapkan adanya syari‟at atau tidak adanya. Bahkan Ibnu Taimiyah pernah menyatakan bahwa filsafat itu haram dengan alasan jika seorang filsuf yang tidak kuat akidahnya dapat menyesatkan.
Dari uraian singkat di atas dapat difahami bahwasanya filsafat dibutuhkan untuk memahami isi kandungan Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran Islam dan pada dasarnya keduanya akan mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah hanya saja kalau agama menuntun manusia melalui wahyu yang diturunkan oleh Allah secara langsung maka filsafat adalah usaha frogresif manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Filsafat agama adalah filsafat yang membuat agama menjadi obyek pemikirannya. Berbeda dengan ilmu-ilmu deskriptif, filsafat agama mendekati agama secara menyeluruh. Filsafat agama mengembangkan logika, teori pengetahuan dan metafisika agama. Filsafat agama dapat dijalankan oleh orang-orang beragama sendiri yang ingin memahami dengan lebih mendalam arti, makna dan segi-segi hakiki agama-agama. Masalah-masalah yang dipertanyakan antara lain: hubungan antara Allah, dunia dan manusia, antara akal budi dan wahyu, pengetahuan dan iman, baik dan jahat, apriori religius, faham-faham seperti mitos dan lambang, dan akhrinya cara-cara untuk membuktikan kerasionalan iman kepada Allah serta masalah "theodicea".
Ada juga filsafat agama yang reduktif (mau mengembalikan agama kepada salah satu kebutuhan manusia dengan menghilangkan unsur transendensi), kritis (mau menunjukkan agama sebagai bentuk penyelewengan dan kemunduran) dan anti agama (mau menunjukkan bahwa agama adalah tipuan belaka). Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuffilsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan.' Para ulama yang menganggap filsafat sebagai ilmu sesat adalah para ulama arab saudi dan seluruh ulama di dunia ini yang beraliran salafy/wahaby/ ahlus sunnah wal jamaah. Dalam berbagai buku dan majalah dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu sesat yang bertentangan dengan ajaran islam. Namun harus diingat bahwa definisi ilmu filsafat yang dianggap sesat adalah ilmu filsafat yang bertentangan dengan ajaran islam. Imam Ghazali telah menulis buku yang mengkritik filsafat dan menyatakan kafirnya berbagai ajaran fisafat. Namun kemudian Ibnu Rusyd (pengarang kitab bidayatul mujtahid) menulis buku yang membantah buku Imam Ghazali tersebut, dikabarkan bahwa Ibnu Rusyd membela filsafat, mungkin filsafat yang dibela ibnu rusyd adalah filsafat yang tidak bertentangan dengan ajaran islam. Dengan demikian bisa dibilang bahwa ilmu filsafat itu terdiri dari dua bagian, bagian pertama yang tidak bertentangan dengan ajaran islam dan bagian kedua yang bertentangan dengan ajarn islam. Dan patut diingat bahwa dalam beragama kita tidak memerlukan filsafat karena nabi dan para sahabatnya juga tidak mengajarkan ilmu filsafat.
              Ar-Roziy berkata dalam kitab Aqsaamul Ladzdzat : Saya telah menelaah buku-buku ilmu kalam dan manhaj filsafat, tidaklah saya mendapatkan kepuasan padanya lalu saya memandang manhaj yang paling benar adalah manhaj Al-Qur‟an…(dan seterusnya).
              Abu Hamidz Al-Ghozali berkata di awal kitabnya Al-Ihya : “Jika kamu bertanya : „Mengapa dalam pembagian ilmu tidak disebutkan ilmu kalam dan filsafat dan mohon dijelaskan apakah keduanya itu tercela atau terpuji ?‟ maka ketahuilah hasil yang dimiliki ilmu kalam dalam pembatasan dalil-dalil yang bermanfaat, telah dimiliki oleh Al-Qur‟an dan Hadits (Al-Akhbaar) dan semua yang keluar darinya adakalanya perdebatan yang tercela dan ini termasuk kebid‟ahan dan adakalanya kekacauan karena kontradiksi kelompok-kelompok dan berpanjang lebar menukil pendapat-pendapat yang kebanyakan adalah perkataan sia-sia dan ingauan yang dicela oleh tabiat manusia dan ditolak oleh pendengaran dan sebagiannya pembahasan yang sama sekali tidak berhubungan dengan agama dan tidak ada sedikitpun terjadi di zaman pertama
2.2. Pemecahan Masalah Melalui Filsafat Muslim
 Keyakinan kepada adanya Tuhan harus didasarkan atas kesadaran akal, bukan sekedar kesadaran yang bersifat tradisional yakni melestarikan warisan nenek moyang betapapun corak dan konsepnya (Ahmad Azhar Basyir, 1993:13)
Akal adalah potensi (luar biasa) yang dianugrahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal. Dengan akalnya manusia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk, mana yang menyelamatkan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia hidup dan kehidupan dan seterusnya.
Oleh karena itu adalah pada tempatnya kalau agama dan ajaran Islam sebaik-baiknya dan seluas-luasnya. Sanga banyak ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan manusia menggunakan akalnya untuk berfikir. Memikirkan alam semesta, memikirkan diri sendiri, memikirkan pranata atau lembaga-lembaga sosial, dan sebagainya, dengan tujuan agar perjalanan hidup di dunia dapat ditempuh setepat-tepatnya sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan Allah yang akan kembali kepada-Nya serta memetik hasil tanaman amal perbuatannya sendiri di dunia baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-nya di bumi.
Beberapa contoh ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan manusia berfikir tentang alam, diri sendiri, umat terdahulu dan pranata (lembaga) sosial, dikemukakan berikut ini. 
Artinya :“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Ali-Imran : 190). 
Dalam surat Ar-Rum (30) kalimat pertama ayat 8, Allah bertanya.
Artinya :”Dan Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benarbenar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya” (Q.S. Ar-Rum :8). 
Dalam surat Al-Mu‟min (40) kalimat pertama ayat 21 Allah bertanya kepada manusia yang hidup sekarang tentang nasib mereka yang hidup dahulu.
Artinya : “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi[1319], Maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah” (Q.S. Al-Mu‟min :21).
Akal yang diberi tempat demikian tinggi di dalam agama Islam, mendorong kaum muslimin mempergunakannya untuk memahami ajaranajaran Islam dengan penalaran rasional, sejauh ajaran itu menjadi wewenang akal untuk memikirkannya. 
Oleh karena itu sesungguhnya, pada hakikatnya umat Islam telah berfilsafat sejak mereka menggunakan penalaran rasional dalam memahami agama dan ajaran Islam. Penalaran rasional dalam memahami ajaran Islam adalah mempergunakan akal pikiran (ra‟yu) untuk berijjtihad sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang Mu‟az bin Jabal, (Ahmad Azhar Basyit, 1993 : 18-19).
Sebagai ilmu dan bidang studi, filsafat Islam muncul bersamaan dengan munculnya filsuf yang muncul pertama, Al-Kindi pada pertengahan abad IX M. atau bagian pertama abad III H, setelah berlangsung gerakan penterjemahan buku ilmu dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab lebih dari setengah abad di bagdad. Oleh karena dapat dipahami kalau ada ulama yang menganggap filsafat hanyalah hasil pemikiran berdasarkan akal manusia semata, seperti filsafat Yunani yang diterjemahkan itu. Anggapan demikian tidak benar, sebab para filsuf muslim yang sama seperti para ulama lainnya juga, mendasarkan pemikirannya pada Al-Qur‟an dan Al-Hadits dan memandang Al-Qur‟an dan Al-Hadits di atas segala kebenaran yang didasarkan pada akal manusia semata. Mereka tertarik kepada filsafat karena berpikir atau berfilsafat merupakan tuntutan agama dalam rangka mencari kebenaran dan mengamalkan kebenaran itu. Yang mereka pergunakan sebagai saringan (filter) adalah ajaran Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Dengan mempergunakan Al-Qur‟an dan Al-Hadits sebagai dasar dan bingkai pemikiran dapatlah disebut bahwa hasil pemikiran mereka adalah filsafat Islam atau filsafat dalam Islam (Ensiklopedia Islam Indonesia, 192:232). Filsafat Islam juga membicarakan masalah-masalah besar filsafat, seperti soal wujud, soal esa dan berbilang, yang banyak dari yang Maha Satu (di bawah), teori mengenal kebahagiaan dan keutamaan, hubungan manusia dengan Tuhan dan sebaliknya. Selain itu filsafat Islam mencakup juga tentang kedokteran, hukum, ekonomi dan sebagainya. Juga memasuki lapangan ilmu-ilmu ke-Islaman lain seperti ilmu kalam, ilmu fikih serta ilmu tasawuf (juga ilmu akhlak) terdapat uraian yang logis dan sistematis yang mengandung pemikiran-pemikiran filosofos (kefilsafatan). Banyak persoalan-persoalan yang dibahas dalam filsafat Islam. Di antaranya yang penting dalam kajian ini adalah persoalan (hubungan) akal dan wahyu atau hubungan filsafat dengan agama, soal timbulnya yang banyak dariyang maha satu yaitu kejadian alam, soal ruh, soal kelanjutan hidup setelah ruh berpisah dengan badan atau mati (Ensiklopedia Islam jilid II, 1993 : 16-17).
                 Filsafat Islam mencapai puncaknya di zaman Al-Farabi dan Ibnu Sina pada abad XI dan XII M atau abad IV dan V H. Kedua tokoh ini merupakan bintang paling bercahaya dalam sejarah filsafat Islam, sedang yang lain, sebutlah misalnya Ibnu Maskawih, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, juga bintang-bintang filsafat Islam, tetapi cahaya mereka tidaklah secemerlang cahaya Al Farabi dan Ibnu Sina tersebut di atas. Setelah ada pertentangan di antara para ahli atau ulama mengenai kefilsafatan seperti yang telah disinggung di atas yang berpuncak pada polemik antara Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali sekitar abad XII M, perhatian orang kepada filsafat menjadi berkurang di kalangan Sunni. Perhatian itu baru bangkit dan berkembang kembali pada satu abad terakhir ini (abad XX M). di kalangan Syi‟ah perhatian kepada filsafat (Islam) tidak pernah berkurang di kalangan Sunni, kalangan Syi‟ah mampu melahirkan filsuf-filsuf besar, seperti Mulla Sadra (w. 1640M atau 1050H).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
              Maka penulis dapat menyimpulkan Kiranya jelas bahwa orang agama dewasa ini sangat perlu mempelajari filsafat agama dan bahkan ikut secara aktif di dalamnya, artinya, rnenjadi filosof agama. Di satu pihak, filsafat dapat membuka mata manusia akan kenyataan, keluhuran dan keunikan gejala agama (berlawanan dengan segala teori reduktit).
              Di lain pihak, seranganserangan filsafat agama yang reduktif, kritis dan anti agama perlu ditanggapi. Kaum agama dapat belajar daripadanya, belajar bahwa keagamaan dapat disalahpahami, supaya mereka memperbaiki penghayatan keagamaan sedemikian rupa hingga agama tidak lagi disalahpahami. Juga untuk membuka kelemahan pendekatan kritisreduktif itu. Kalau agama mau menghadapi tantangan modernisasi secara terbuka, dan kalau ia mau ikut menjadi unsur aktif di dalamnya, maka ia harus berani terjun ke filsafat agama.
              Mempelajari filsafat bagaikan bermain dengan api, jika tidak berhati-hati maka kita akan terbakar, filsafat bisa membuat kita kafir tanpa sadar. Mempelajari filsafat dapat menyebabkan kebingungan, kesesatan, kekafiran, kemusyrikan, kebid‟ahan, lemah akidah, gila, stress, gangguan iman dan serangan iblis.
3.2. Saran
 Dalam mendalami Islam harus teliti dan dengan didampingi para ahli dan harus di sesuaikan dengan Al-Qur‟an dan Al-Hadits agar tidak terjadi penyimpangan yang menyesatkan.

Daftar Pustaka
Ali, Mohammad Daud. 2004. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat: Gaya Media Pratama. 

Hatoko, Dick. 2002. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
 
Indonesia.com. Filsafat Agama. Filsafat Agama. (Online). (http://www.indonesiaindonesia.com/external.php?type=RSS2&foru mids=294 diakses 05 Oktober 2009).
Amri. 2009. Agama. Filsafat Islam. (Online). (http://ainuamri.wordpress.com/2009/02/14/filsafat-islam-filsafatmenurut-pandangan-para-ulama-hubungan-antara-filsafat-denganajaran-agama-islam-ilmu-filsafat-diharamkan-oleh-para-ulama-dandianggap-ilmu-sesat-pandangan-islam-terhada/  diakses 05 Oktober 2009).

Wikipedia. Filsafat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Filsafat. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat diakses 05 Oktober 2009). 

Abied. 2009. Filsafat Pendidikan Islam « Belajar Bijak. Filsafat Pendidikan Islam. (Online).(http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/filsafat-pendidikanislam/ diakses 20 Januari 2010).

Pendidikan Agama Islam. Bab 12 Agama dan Filsafat.

Sutardjo A. Wiramihardja. 2006. Pengantar Filsafat. :PT. Refika Aditama. 

Drs. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia.: Bumi Aksara 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar